Semarang, Paragrafnews.com: Hukum Humaniter Internasional (International Humanitarian Law) tidak secara eksplisit melarang penggunaan senjata nuklir.
Tidak satu pun ketentuan dalam 4 Konvensi Jenewa 1949 dan 2 Protokol Tambahan 1977, yang merupakan instrumen – instrumen utama dalam Hukum Humaniter, mengatur secara spesifik dan khusus mengenai penggunaan senjata nuklir.
Namun demikian, tidak terdapatnya ketentuan mengenai senjata nuklir bukan berarti mengakibatkan adanya kekosongan hukum dalam Hukum Humaniter Internasional terkait senjata nuklir.
Meskipun senjata nuklir merupakan salah satu teknologi persenjataan yang cukup baru pada saat perdebatan awal mengenai keberlakuan Hukum Humaniter Internasional dalam konteks persenjataan nuklir, tidak terdapat keraguan bahwa Hukum Humaniter Internasional relevan dalam konteks tersebut.
International Court of Justice (ICJ) pada tahun 1996 dalam kasus Legality of the Use or Threat of Nuclear Weapons (Advisory Opinion) menyatakan bahwa International Humanitarian Law, meskipun tak secara spesifik mengatur mengenai senjata nuklir, tetap berlaku bagi pemakaian senjata nuklir.
Secara singkat, kasus tersebut masuk ke yurisdiksi ICJ sebagai sebuah permintaan Advisory Opinion yang diajukan oleh World Health Organization (WHO). Melalui kasus tersebut, WHO mengajukan pertanyaan hukum kepada ICJ bahwa apakah penggunaan atau ancaman penggunaan senjata nuklir merupakan hal yang legal berdasarkan aturan – aturan hukum internasional yang relevan, khususnya hukum humaniter internasional.
International Court of Justice (ICJ) juga memperhatikan pandangan negara-negara seperti Britania Raya, Amerika Serikat, Rusia, dan Selandia Baru. Negara-negara tersebut pada prinsipnya menyatakan mereka mengakui sejak lama bahwa “International Humanitarian Law” berlaku dalam penggunaan senjata nuklir.
Negara-negara tersebut secara khusus mengutip Martens Clause dan elemen mendasar kemanusiaan sebagai dasar relevansi Hukum Humaniter Internasional dalam konteks senjata nuklir.
3 prinsip utama terkait alat dan tata cara berperang dalam Hukum Humaniter Internasional yang terkait erat dengan penggunaan senjata nuklir dalam perang adalah Prinsip Pembedaan (Distinction Principle), Prinsip Proporsionalitas, dan Prinsip Pembatasan (Limitation Principle).
Ketiga prinsip ini secara khusus terdapat di dalam 2 Protokol Tambahan Tahun 1977 dan kedua instrumen telah secara luas dianggap sebagai bagian dari hukum kebiasaan internasional yang mengikat seluruh negara di dunia.
Prinsip Pembedaan mengutamakan perlunya para pihak dalam konflik bersenjata untuk membedakan mana yang merupakan sasaran militer yang sah dan mana yang merupakan objek sipil. Singkat kata, prinsip ini fokus kepada tata cara berperang.
Prinsip Proporsionalitas dapat dipahami bahwa para pihak dalam konflik bersenjata ketika menggunakan alat peperangan atau persenjataan haruslah dilakukan secara proporsional dengan menyeimbangkan tujuan militer dengan dampak kemanusiaan yang dapat ditimbulkan.
Sedangkan, Prinsip Pembatasan fokus kepada alat berperang itu sendiri. Prinsip ini menyatakan bahwa alat perang atau persenjataan yang digunakan dalam suatu konflik bersenjata dibatasi.
Penggunaan senjata nuklir dalam keadaan konflik bersenjata akan menimbulkan pertentangan, utamanya terkait dengan Prinsip Pembedaan dan Prinsip Pembatasan di atas. International Court of Justice (ICJ) dalam kasus Legality of the Use or Threat of Nuclear Weapons (Advisory Opinion) menyatakan bahwa senjata nuklir, apabila digunakan, dapat menimbulkan efek-efek langsung dan tidak langsung atau berkepanjangan.
Penggunaan senjata nuklir dapat pula berpotensi mengaburkan target serangan karena dampak yang ditimbulkan oleh kekuatan senjata nuklir biasanya bersifat meluas. Ketika senjata nuklir digunakan, maka pihak yang menggunakan senjata tersebut harus mematuhi prinsip-prinsip dasar Hukum Humaniter Internasional, khususnya ketiga Prinsip di atas, yakni Prinsip Pembedaan, Prinsip Pembatasan, dan Prinsip Proporsionalitas.
Penting untuk menjadi perhatian bahwa senjata nuklir, karena sifatnya yang berkekuatan meluas dan dapat menimbulkan dampak berkepanjangan. Maka, sangatlah sulit bagi pihak yang menggunakan senjata nuklir dalam konteks konflik bersenjata untuk dapat memastikan bahwa senjata nuklir yang mereka gunakan tidak akan berdampak meluas dan berkepanjangan.
Secara spesifik, sifat senjata nuklir adalah unik karena ia melepaskan kombinasi kekuatan yang sangat kuat, yakni gelombang ledakan besar, panas yang tinggi dalam bentuk radiasi termal, dan jumlah radiasi ion yang sangat tinggi.
Departemen Urusan Pelucutan Senjata PBB (UN Department of Disarmament Affairs) juga berpendapat, akan hal yang serupa bahwa senjata nuklir menghasilkan partikel-partikel residu radioaktif yang memiliki kemungkinan untuk tersebar ke wilayah yang sangat jauh atau luas.
Palang Merah Internasional juga menyatakan bahwa estimasi hilangnya nyawa manusia dan kebutuhan medis bagi mereka yang luka dan sakit akibat dari senjata nuklir akan sangatlah besar.
Mempertimbangkan dampak meluas yang dihasilkan oleh senjata nuklir sebagaimana deskripsi di atas, sangat mungkin penggunaan senjata nuklir akan bertentangan dengan Prinsip Proporsionalitas, Prinsip Pembatasan, dan Prinsip Pembedaan.
Diadopsinya Treaty on the Prohibition of Nuclear Weapons pada tahun 2017 tidak pula secara otomatis menjadi dasar pelarangan senjata nuklir karena perjanjian internasional tersebut belumlah secara hukum mengikat banyak negara di dunia. Sampai Oktober 2020, perjanjian ini sudah diratifikasi oleh 50 negara. Indonesia sendiri sudah menyatakan komitmennya terhadap perjanjian ini melalui mekanisme penandatanganan (signature).
Meski secara umum Treaty on the Prohibition of Nuclear Weapons di atas bukanlah sebuah instrumen khusus terkait Hukum Humaniter Internasional, namun perjanjian internasional tersebut menjadikan prinsip-prinsip Hukum Humaniter Internasional dan kemanusiaan umum sebagai dasar pembentukan.
Secara khusus, Mukadimah perjanjian tersebut menyatakan bahwa penggunaan senjata nuklir pada prinsipnya bertentangan dengan hukum internasional yang berlaku dalam situasi konflik bersenjata, khususnya Hukum Humaniter Internasional. Instrumen yang sama juga menegaskan bahwa penggunaan senjata nuklir merupakan tindakan yang sangat mengerikan serta bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar kemanusiaan dan kesadaran publik.
Maka, berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa penggunaan senjata nuklir merupakan hal yang bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar Hukum Humaniter Internasional. (**)
Penulis:
Danny Gaida Tera Elgar, S.H. (Cand. M.H.) — Mahasiswa S2 Ilmu Hukum Universitas 17 Agustus 1945 (UNTAG) Semarang