Pengungsi Rohingya adalah kelompok etnis Muslim dari negara bagian Rakhine di Myanmar yang mengalami persekusi dan pelanggaran hak asasi manusia. Mereka menghadapi diskriminasi sistematis di Myanmar, termasuk pencabutan kewarganegaraan sejak 1982, pembatasan mobilitas, dan serangan kekerasan yang memaksa mereka mengungsi ke negara lain, terutama Bangladesh, Malaysia, Indonesia, dan negara-negara lain di Asia Tenggara.
Penyebab Pengungsian
-
Diskriminasi dan Penindasan
-
Pemerintah Myanmar tidak mengakui Rohingya sebagai warga negara.
-
Akses terbatas terhadap pendidikan, pekerjaan, dan layanan kesehatan.
-
-
Kekerasan dan Pelanggaran HAM
-
Militer Myanmar dituduh melakukan pembunuhan massal, pemerkosaan, dan pembakaran desa-desa Rohingya (terutama sejak 2017).
-
PBB menyebut tindakan ini sebagai “pembersihan etnis”.
-
-
Kondisi Kamp Pengungsi
-
Banyak Rohingya mengungsi ke Bangladesh, terutama di kamp pengungsi terbesar di dunia di Cox’s Bazar.
-
Kondisi kamp yang padat, kurangnya akses ke makanan, air bersih, dan layanan kesehatan memperburuk keadaan mereka.
-
Situasi di Negara Tujuan
-
Bangladesh: Menampung lebih dari 1 juta pengungsi Rohingya, tetapi mulai membatasi pergerakan mereka dan mendorong repatriasi ke Myanmar.
-
Malaysia & Indonesia: Negara transit bagi pengungsi Rohingya yang ingin mencari suaka di negara ketiga, tetapi sering menghadapi penolakan dari otoritas lokal.
-
Thailand: Dituduh melakukan “pushback” (menghalau perahu pengungsi kembali ke laut).
Tantangan dan Solusi
-
Tantangan: Tidak adanya solusi permanen, repatriasi yang tidak aman, serta meningkatnya sentimen anti-pengungsi di negara-negara tujuan.
-
Solusi yang Diusulkan:
-
Tekanan internasional kepada Myanmar untuk mengembalikan hak-hak Rohingya.
-
Bantuan kemanusiaan yang lebih baik di kamp pengungsi.
-
Kebijakan imigrasi yang lebih manusiawi bagi para pengungsi di negara tujuan.
-

Berikut adalah 14 fakta penting mengenai pengungsi Rohingya yang perlu kita ketahui:
1. Rohingya adalah Etnis Muslim di Myanmar
Rohingya adalah kelompok etnis Muslim yang berasal dari negara bagian Rakhine, Myanmar. Mereka telah tinggal di sana selama berabad-abad.
2. Tidak Diakui Sebagai Warga Negara Myanmar
Sejak 1982, Myanmar mencabut kewarganegaraan Rohingya melalui undang-undang yang hanya mengakui 135 etnis resmi, tidak termasuk Rohingya.
3. Salah Satu Kelompok yang Paling Teraniaya di Dunia
PBB menyebut Rohingya sebagai salah satu kelompok minoritas yang paling teraniaya di dunia akibat diskriminasi sistematis.
4. Mengalami Kekerasan dan Genosida
Pada 2017, militer Myanmar melancarkan operasi brutal yang mencakup pembunuhan, pemerkosaan massal, dan pembakaran desa-desa Rohingya, yang disebut oleh PBB sebagai “pembersihan etnis”.
5. Lebih dari 1 Juta Rohingya Mengungsi
Akibat kekerasan ini, lebih dari 1 juta Rohingya melarikan diri ke negara-negara tetangga, terutama Bangladesh.
6. Kamp Pengungsi Terbesar di Dunia
Kamp pengungsi di Cox’s Bazar, Bangladesh, menjadi kamp pengungsi terbesar di dunia dengan lebih dari 900.000 orang Rohingya hidup dalam kondisi darurat.
7. Menghadapi Penolakan di Negara Tujuan
Banyak negara seperti Thailand, Malaysia, dan Indonesia enggan menerima pengungsi Rohingya, dengan beberapa negara bahkan mengusir mereka kembali ke laut.
8. Dilarang Mendapatkan Pendidikan di Myanmar
Pemerintah Myanmar melarang Rohingya mengakses pendidikan tinggi dan sekolah-sekolah formal.
9. Tidak Bisa Mendapatkan Pekerjaan Layak
Karena tidak memiliki kewarganegaraan, Rohingya tidak bisa bekerja secara legal di Myanmar dan negara tempat mereka mengungsi.
10. Kondisi Kamp yang Buruk
Di kamp pengungsi, mereka menghadapi kelangkaan makanan, air bersih, layanan kesehatan, dan kondisi sanitasi yang buruk.
11. Perempuan Rohingya Menjadi Korban Kekerasan Seksual
Laporan dari berbagai organisasi HAM menyebutkan bahwa perempuan Rohingya mengalami pelecehan seksual dan pemerkosaan oleh militer Myanmar.
12. Tidak Memiliki Kebebasan Bergerak
Di Myanmar, Rohingya tidak diperbolehkan bepergian tanpa izin khusus dari pemerintah, membatasi akses mereka ke kebutuhan dasar.
13. Upaya Repatriasi yang Gagal
Myanmar dan Bangladesh beberapa kali mencoba repatriasi (pemulangan) pengungsi Rohingya, tetapi Rohingya menolak kembali karena takut akan penganiayaan lebih lanjut.
14. Dukungan Internasional Masih Terbatas
Meskipun banyak negara dan organisasi seperti PBB memberikan bantuan kemanusiaan, tekanan politik terhadap Myanmar masih kurang untuk memberikan solusi jangka panjang bagi Rohingya.
Pengungsi Rohingya masih menghadapi banyak tantangan. Dukungan dan kesadaran global sangat dibutuhkan agar mereka bisa mendapatkan kehidupan yang lebih layak.
Sikap dan Kebijakan Indonesia terhadap Pengungsi Rohingya
Indonesia bukan pihak dalam Konvensi Pengungsi 1951, sehingga secara hukum tidak memiliki kewajiban menerima pengungsi. Namun, Indonesia tetap menunjukkan solidaritas kemanusiaan terhadap pengungsi Rohingya yang terdampar di wilayahnya.
1. Kedatangan Pengungsi Rohingya ke Indonesia
-
Pengungsi Rohingya mulai datang ke Indonesia sejak awal 2000-an, tetapi jumlahnya meningkat drastis setelah krisis kemanusiaan pada 2015 dan 2017.
-
Mereka biasanya tiba dengan perahu melalui Aceh dan Sumatera Utara, karena jalur laut dari Myanmar dan Bangladesh menuju Asia Tenggara.
2. Respon Masyarakat dan Pemerintah Indonesia
-
Masyarakat Aceh sering kali menyambut pengungsi Rohingya dengan baik, memberikan makanan dan tempat tinggal sementara.
-
Pemerintah Indonesia mengizinkan mereka tinggal sementara di kamp pengungsi yang dikelola oleh organisasi seperti UNHCR (Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi) dan IOM (Organisasi Internasional untuk Migrasi).
-
Namun, dalam beberapa tahun terakhir, muncul gelombang penolakan dari masyarakat lokal karena kekhawatiran ekonomi dan sosial.
3. Status Hukum Pengungsi di Indonesia
-
Indonesia tidak mengakui pengungsi sebagai penduduk tetap, sehingga mereka tidak bisa bekerja atau mendapatkan kewarganegaraan.
-
Pengungsi hanya bisa tinggal sementara sambil menunggu pemindahan ke negara ketiga (resettlement), tetapi banyak yang terjebak bertahun-tahun tanpa kepastian.
4. Tantangan di Indonesia
-
Penolakan di beberapa daerah, terutama di Sumatera Utara, di mana pengungsi dianggap membebani sumber daya lokal.
-
Keterbatasan fasilitas dan pendanaan untuk pengungsi karena Indonesia tidak memiliki pusat pengungsi resmi.
-
Meningkatnya sentimen negatif, terutama di media sosial, yang menuding pengungsi Rohingya sebagai ancaman sosial.
5. Upaya Diplomasi Indonesia
-
Indonesia aktif dalam ASEAN untuk mendorong solusi jangka panjang bagi Rohingya, termasuk repatriasi yang aman ke Myanmar.
-
Pemerintah Indonesia memberikan bantuan kemanusiaan ke kamp pengungsi di Bangladesh dan mendukung dialog dengan Myanmar.
-
Indonesia juga mendesak Myanmar untuk memberikan hak-hak dasar kepada Rohingya agar mereka tidak perlu terusir dari tanah mereka sendiri.
Kesimpulan
Indonesia tetap menunjukkan sikap kemanusiaan, tetapi menghadapi tantangan dalam menangani pengungsi Rohingya. Solusi permanen masih sulit dicapai karena faktor hukum, sosial, dan politik.
14 Fakta Mengenai Pengungsi Rohingya yang Perlu Kita Ketahui
Tentang Perlindungan Pengungsi dan Mandat UNHCR
Mengutip unhcr.org/id, meskipun Indonesia bukan negara penandatangan Konvensi Pengungsi tahun 1951, namun Pasal 28G UUD 1945 mengakui hak untuk mencari suaka bagi semua orang. Selain itu, sebagai negara yang mengakui Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, Indonesia terikat oleh Pasal 14, yang secara spesifik menyebutkan hak untuk mencari suaka dari penganiayaan.
Dengan demikian, meskipun bukan negara penandatangan Konvensi Pengungsi, Indonesia memiliki kewajiban untuk memberikan perlindungan bagi pengungsi sebagaimana dimandatkan dalam hukum dalam negeri dan komitmen internasionalnya.
Selain itu, sebuah mandat hukum yang khusus dituangkan dalam Peraturan Presiden tahun 2016, yang menetapkan tugas Indonesia untuk melakukan pencarian dan penyelamatan, serta memfasilitasi pendaratan kapal pengungsi yang berada dalam keadaan darurat (Pasal 6 dan 9), semakin memperkuat dedikasi negara terhadap pendekatan kemanusiaan dalam batas-batas hukum.
Bahkan tanpa kerangka hukum tersebut, filosofi dasar Indonesia – Pancasila – didasarkan pada gagasan kemanusiaan (Sila ke-2 Pancasila – “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab”).
Prinsip non-refoulement (tidak mengembalikan pengungsi ke negara/tempat dimana mereka dapat dipersekusi) merupakan bagian dari hukum adat internasional, yang berarti bahwa semua negara di dunia harus menghormati hukum ini terlepas dari apakah mereka merupakan negara pihak Konvensi 1951 atau tidak.
Indonesia, sebagai pemimpin global, memiliki peluang untuk menunjukkan kepemimpinannya dalam hal kemanusiaan di kawasan Asia Tenggara. Indonesia telah menerima pengungsi selama bertahun-tahun sejak tahun 1970an, dan praktik terbaik ini menjadi contoh baik yang patut diikuti oleh negara-negara lain di kawasan ini.
UNHCR hadir di Indonesia atas permintaan Pemerintah Indonesia, dan atas nama pemerintah, UNHCR menjalankan fungsi pemberian perlindungan internasional bagi pengungsi di Indonesia, sesuai mandat global UNHCR. UNHCR bekerja dengan koordinasi erat bersama pemerintah baik di tingkat daerah/ regional, maupun tingkat nasional.
UNHCR adalah badan Pengungsi PBB yang beroperasi atas dasar kemanusiaan. UNHCR tidak memperoleh keuntungan finansial dari krisis kepengungsian dan menggunakan semua dana yang diterima untuk merespon kebutuhan para pengungsi dan masyarakat sekitar yang menerima pengungsi. Semua bantuan dan layanan yang diberikan oleh UNHCR kepada pengungsi adalah bebas biaya sepenuhnya.
UNHCR menggunakan seluruh kontribusi dari negara-negara anggota PBB dan berbagai donor, termasuk sektor swasta dan donor individu secara sukarela, untuk memberikan dukungan dan bantuan kepada pengungsi. (**)