Polemik ganja untuk medis, masih tetap berlanjut setelah viralnya foto Pika anak penderita cerebral palsy bersama sang ibunda yang menyampaikan aspirasi butuh ganja medis untuk pengobatan, saat car free day di Jakarta pada, Minggu 26 Juni lalu.
Untuk itu Polri tetap berpegang pada hukum positif yang masih tidak memperbolehkan penggunaan ganja untuk kepentingan apapun, termasuk medis. Namun Polri siap memberikan masukan kepada semua pihak tentang dampak dan konsekuensi jika ada legalisasi ganja medis.
Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen. Pol. Ahmad Ramadhan menjelaskan , akan mendukung legalisasi ganja dengan beberapa aturan yang harus disepakati terlebih dahulu.
”Salah satu hal yang harus clear lebih awal adalah bagaimana cara mendapatkan atau membeli ganja medis tersebut Selain itu perlu juga dimasukkan persyaratan tentang seberapa banyak ganja medis yang bisa didapatkan, dibeli atau digunakan,” ujarnya seperti dikutip tribratanews, Senin (4/7).
Semuanya itu, sambungnya Brigjen. Pol. Ahmad Ramadhan, perlu didetailkan untuk menghindari penyalahgunaan ganja untuk keperluan medis tersebut.
Menurut Pakar
Pakar komunikasi, Rahmat Edi Irawan mendukung kehati-hatian Polri dalam urusan ganja medis.
“Di Indonesia produk hukumnya ada, namun sulitnya kontrol menyebabkan penyimpangan dari aturan sering terjadi. Inilah yang harus diantisipasi jika ganja diperbolehkan untuk medis,” ungkap Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Binus Jakarta.
Legislator
Sementara itu Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Charles Honoris mengatakan, demi kepentingan medis. Menurutnya Indonesia harus sudah memulai kajian tentang manfaat tanaman ganja (Cannabis sativa).
“Kajian medis yang obyektif ini akan menjadi legitimasi ilmiah, apakah program ganja medis perlu dilakukan di Indonesia,” kata Charles dalam keterangan tertulis ke Parlementaria, Selasa (28/6/2022) lalu.
Lanjut dia, pada akhir 2020 Komisi Narkotika PBB (CND) sudah mengeluarkan ganja dan resin ganja dari Golongan IV Konvensi Tunggal tentang Narkotika tahun 1961. Artinya, ganja sudah dihapus dari daftar narkoba paling berbahaya yang tidak memiliki manfaat medis. “Sebaliknya, keputusan PBB ini menjadi pendorong banyak negara untuk mengkaji kembali kebijakan negaranya tentang penggunaan tanaman ganja bagi pengobatan medis,” bebernya
Menurutnya, di dunia kini terdapat lebih dari 50 negara yang telah memiliki program ganja medis, termasuk negara tetangga seperti Malaysia dan Thailand. “Terlepas Indonesia akan melakukan program ganja medis atau tidak nantinya, riset adalah hal yang wajib dan sangat penting dilakukan untuk kemudian menjadi landasan bagi pengambilan kebijakan/penyusunan regulasi selanjutnya,” ujar legislator dapil DKI Jakarta III ini.
Ia berpandangan riset medis harus terus berkembang dan dinamis demi tujuan kemanusiaan. “Demi menyelamatkan kehidupan Pika, dan anak penderita radang otak lain, yang diyakini sang ibunda bisa diobati dengan ganja. Negara tidak boleh tinggal berpangku tangan melihat ‘Pika-Pika’ lain yang menunggu pemenuhan hak atas kesehatannya,” tukasnya Politisi PDI Perjuangan itu.
red/kaje
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS