Nasional- Paragrafnews.com: Kepala daerah bupati/wali kota atau gubernur yang sembarangan menetapkan status karantina atau lockdown tanpa koordinasi pemerintah pusat, akan terancam sanksi pidana.
Tidak membuat kebijakan lockdown sepihak. Sebab ketentuan itu menjadi kewenangan pemerintah pusat.
Menurut pakar ilmu perundang-undangan, Dr Bayu Dwi Anggono mengatakan, dalam pidana berlaku ‘lex spesialis derogat legi generali’, artinya hukum yang bersifat khusus mengesampingkan hukum bersifat umum.
“Undang-undang Kekarantinaan Kesehatan sebagai UU khusus, sepanjang terdapat ketentuan pidana, maka inilah yang diberlakukan,” kata Dr Bayu Dwi kepada Detik. com, Selasa (17/3/2020).
Pasal 9 ayat 1 menyebutkan:
“Setiap orang wajib mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan.”
Sedangkan Pasal 49 ayat 4 berbunyi:
“Karantina wilayah dan pembatasan sosial berskala besar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.”
Bila ada yang melangar pasal ini termasuk kepala daerah bisa dikenakan ketentuan pidana sesuai pasal 93 UU Kekarantinaan Kesehatan. Dalam pasal tersebut, ada ancaman satu tahun dan/atau denda Rp100 juta.
Berikut bunyinya:
Setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan/atau menghalang-halangi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sehingga menyebabkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(Kaje/amt)