Paragrafnews.com: Wakil Ketua DPRD Bontang, Provinsi Kaltim, Agus Haris mendesak PT Wijaya Karya (Wika) memberhentikan sistem borongan, sebab menyalahi peraturan daerah (Perda) No 10 Tahun 2018 tentang perekrutkan dan penempatan tenaga kerja.
Menurutnya, sistem borongan akan menimbulkan kecemburuan sosial di tengah masyarakat.
“Kita minta hari ini sistem borongan di hentikan, karna ini akan menimbulkan kecemburuan ditengah – tengah kelompok masyarakat itu sendiri terlebih pada daerah – daerah bufferzone,” kata Agus Haris, saat Komisi Gabungan DPRD menggelar inspeksi mendadak (Sidak) di lokasi proyek pembangunan pabrik yang tengah dikerjakan PT Wika tersebut, Senin (23/5) pagi tadi.
Dia meminta, pekerja yang statusnya borongan di ikut sertakan ke perusahaan – perusahaan yang menjadi rekanan Wika, dan dilaporkan ulang ke disnaker.
Soal desakan target pekerjaan, Agus Haris optimistis akan tercapai, apabila pihak manajemen Wika mampu membangun hubungan baik kepada masyarakat daerah bufferzone seperti Loktuan, Guntung dan Sidrap juga secara umum Kota Bontang.
Supaya tidak menimbulkan kecemburuan pada saat penerimaan tenaga kerja secara terus menerus.
“Jika tidak, maka target tidak akan tercapai, karena masyarakat sudah nyerah, jenuh dengan pemberlakuan sistem rekruitmen yang tidak memihak kepada daerah bufferzone, maka bisa saja kemudian masyarakat sama – sama menuntut haknya,” ungkapnya.
Sambungnya, meskipun kebutuhan tenaga kerja hanya seribu, sementara yang siap bekerja ada sekitar lima ribu, Agus Haris menghimbau agar PT Wika bisa mengkomunikasikan dengan baik ke masyarakat bufferzone juga ke disnaker.
Disnaker kecolongan soal Wika, Ia meminta agar disnaker lebih giat lagi turun ke lapangan yang mengakibatkan persaingan tenaga kerja tidak kondusif. Maka dari itu politisi dari Partai Gerindra ini meminta disnaker harus menyelesaikan persoalan ini agar jangan sampai terulang kembali.
Sementara itu, Manager Proyek PT. Wika, Hadi Prasetyo mengatakan, alasan memakai sistem borongan agar pekerja lokal bisa segera bekerja, sebab kalau melalui perusahaan tentu mengikuti tahapan yang cukup panjang sehingga pekerja bisa bekerja setelah menyelesaikan kelengkapan dan lain-lain.
“Kalau lewat perusahaan tentu 10 hingga 14 hari baru pekerja bisa mulai bekerja, nah kita lakukan sistem borong agar teman-bisa langsung bekerja,” ujar Hadi.
Hadi bilang, kalau kedepan harus pakai PT semua akan kami lakukan. Tentu kami akan menyampaikan lagi kepada mandor pemborong yang juga merupakan orang lokal Bontang harus menerima adanya proses yang harus dijalankan dari 10 hingga 14 hari.
Terkait permintaan DPRD untuk memberdayakan warga bufferzone, pihaknya akan tetap mengacu pada perda No 10 tahun 2018 yaitu untuk seluruh warga Bontang.
“Kami tetap memberdayakan warga Bontang kalau dilihat dari datanya sudah banyak sekali warga bufferzone yang bekerja disini. Intinya kami perusahaan dari luar harus memberdayakan masyarakat Bontang,” katanya.
Soal tenaga Pipe Fitter (keahlian pipa isdustri – red) sebanyak 20 orang dari luar Bontang, Hadi akan terus melakukan evaluasi. Terkait kinerja mereka nantinya.
“Karena target kita perharinya 20 day in. Sedangkan yang ada saat ini hanya sekitar 8-12 day in,” jelasnya.
Sambungnya, kalau itu terus dilanjut pekerjaan akan molor dan biaya akan semakin membengkak. Sedangkan pekerjaan targetnya 78 day in dan harus selesai akhir tahun ini.
Ini hanya butuh komunikasi, kita tidak bisa menyalahkan Pipe Fitter, karena didalamnya ada material kontrol, desain, engeneering dan alat-alat yang disiapkan.
Terkait 20 orang Pipe Fitter yang diterima dari luar Bontang, kata dia sebenarnya sedang dalam proses pelaporan kepada disnaker, sebelum viral.
Hadi menyebut, alasan kenapa tidak melakukan perekruatan untuk tenaga Pipe Fitter lokal, karena tidak bisa mencapai produktifitas. (red/kaje)
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS